Rabu, 15 Desember 2010

NATAL adalah KELAHIRAN
(Pdt. Dasilva H. Sondakh)

Matius 13:1-9

Natal diartikan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, dan hampir di seluruh dunia menyambutnya dengan semarak. Pohon natal, berbagai macam hiasan, dan  kado-kado  mulai dipajang. Sesungguhnya kelahiran Yesus sudah dinubuatkan dalam kitab Yesaya 9:5, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.”
Pada masa sebelum Yesus lahir, bangsa Israel berada dibawah pimpinan kerajaan Romawi. Oleh karena itu, rakyat Israel menanti-nantikan kelahiran Yesus, yang mereka harapkan akan menjadi seorang raja yang dapat memerintah dengan adil dan mendatangkan kedamaian. Namun sebenarnya, Allah mempunyai rencana yang jauh lebih besar daripada apa yang dipikirkan oleh bangsa Israel. Yesus memang tidak menjadi seorang raja dalam pemerintahan manusia, tetapi Ia adalah Raja segala raja, yang memerintah atas seluruh dunia. Yesus lahir untuk membawa damai dan keselamatan bagi seluruh umat manusia (Mat. 1:21).
Seorang raja tentunya tinggal dalam sebuah kerajaan. Sebagai umat Tuhan, kita tentunya ingin hidup bersama Yesus dalam Kerajaan Sorga. Kerajaan Sorga berbicara tentang hidup yang penuh sukacita, damai sejahtera, dan tentunya hidup yang diberkati. Namun untuk dapat tinggal dalam Kerajaan Sorga, kita harus dapat menerima firman Kerajaan Sorga. Sebagai orang Kristen, kita sering mendengar penyampaian firman Tuhan, tetapi tidak semua orang mau menerimanya. Dalam perikop yang kita baca, ada beberapa jenis tanah yang menggambarkan keadaan hati manusia.

1. Tanah pinggir jalan (ay. 4,19)
Pinggir jalan berbicara tentang panca indera. Orang yang mendengar firman dengan hati yang keras, sehingga tidak mengerti akan firman yang sudah didengarnya dan kemudian menolak firman itu. Ibarat kata, firman Tuhan masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Akibatnya tidak ada buah yang dihasilkan.

2. Tanah berbatu-batu (ay. 5-6,20-21)
Berbatu-batu = kerikil, sekalipun kecil dapat membuat orang tersandung. Orang yang mendengar firman, tetapi dalam hatinya ada rasa iri, cemburu, tidak suka melihat orang lain diberkati. Orang seperti ini mendengar firman supaya hidupnya diberkati, bahkan minta agar diberkati melebihi orang lain. Biasanya mereka memilih firman yang ingin mereka dengar, termasuk siapa yang menyampaikan firman. Mereka tidak suka mendengar firman yang menegur atau menasihati. Akibatnya tidak ada buah yang dihasilkan.

3. Tanah bersemak duri (ay. 7,22)
Orang yang mendengar firman, tetapi hatinya mudah kuatir. Saat masalah datang, timbul rasa takut, ragu, dan kuatir. Akibatnya firman yang didengar tidak tumbuh, bahkan dikalahkan kekuatiran. Orang seperti ini adalah tipe orang yang masih berkompromi dengan dunia. Jika masalah yang dihadapi belum memiliki jalan keluar, padahal mereka sudah berdoa, maka mereka akan mencari jalan sendiri seperti yang dilakukan orang dunia, sekalipun hal itu bertentangan dengan firman Tuhan. Akibatnya tidak ada buah yang dihasilkan.

4. Tanah yang baik (ay. 8,23)
Tanah bagi sebagian orang identik dengan sesuatu yang kotor. Bahkan ada yang merasa jijik jika tangan atau kakinya terkena tanah. Sedangkan kata “baik” dalam bahasa yunani adalah “Kalos” yang berarti bermoral, berkualitas, berguna, menguntungkan, menjadi indah. Tanah yang mengandung kotoran, daun-daun yang busuk, dan banyak cacing adalah tanah yang subur, dimana tanaman dapat tumbuh baik dan menghasilkan banyak buah.
Bagi dunia, orang yang hidup sesuai dengan firman Tuhan dianggap sebagai kotoran atau tidak berguna. Namun jika kita tetap setia mendengar firman Tuhan, maka firman itu akan menjadi pupuk yang menyuburkan tanah hati kita, sehingga hati kita menjadi indah dan menghasilkan banyak buah.
  Tuhan menginginkan kita memiliki tanah hati yang baik, yaitu hati yang tulus, sehingga firman Tuhan dapat tumbuh dan menghasilkan buah yang banyak. Ciri hati yang baik adalah suka mendengar firman Tuhan, mempercayainya, menerima dan melakukan firman yang didengar (Maz. 1:1-3).
Di hari natal ini, janganlah kita hanya disibukkan oleh kegiatan menghias dan menghadiri perayaan-perayaan natal yang meriah. Baiklah kita mempersiapkan kado yang terindah bagi Tuhan Yesus, yaitu hati kita. Milikilah hati yang baik, hati yang tulus mengasihi dan menjadi tempat firman Tuhan bertumbuh dan berbuah. Amin. (Pdt. Dasilva H. Sondakh)



Minggu, 05 Desember 2010

PANGGILAN & TUGAS


Roma 1:1-7

Oleh : Pdt. Dasilva H. Sondakh

Surat ini ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma saat ia berada di Asia Kecil. Pada saat itu, sebagian besar penduduk Roma adalah penyembah berhala. Seperti yang dituliskan Paulus dalam Roma 1:23, “Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.” Namun demikian masih ada sekelompok kecil orang-orang yang percaya kepada Tuhan. Kehidupan mereka tidaklah mudah, banyak tekanan dan tantangan dari masyarakat maupun pemerintah Roma yang tidak percaya kepada Tuhan. Oleh karena itu Rasul Paulus mengirimkan surat, untuk menguatkan hati jemaat di Roma.
Dalam Yesaya 42:5-7 dikatakan bahwa Tuhan yang menciptakan segalanya dan memberi nafas hidup kepada manusia, telah memanggil kita untuk maksud pe-nyelamatan. Jadi kita dipanggil untuk menerima anugerah keselamatan, yang kemudian memberitakan kabar keselamatan itu sehingga orang lain pun dapat menerimanya.
Rasul Paulus telah memahami dan mengerjakan dengan setia panggilan dan tugas yang Tuhan berikan kepadanya. Hal itu yang ingin dibagikan Paulus kepada jemaat di Roma. Ada beberapa hal yang Paulus ungkapkan agar jemaat di Roma menyadari keberadaannya sebagai orang percaya.
Pertama, Paulus menyebut dirinya sebagai hamba. Hamba = Doulos (keset, tempat untuk membersihkan kaki). Paulus menganggap dirinya sebagai hamba dan Tuhan sebagai tuannya. Tuan = Kurios (penguasa yang tak terbatas). Seorang hamba tidak memiliki kuasa atas apapun dan selalu siap melakukan perintah tuannya. Kita adalah hamba, dan tugas kita adalah melakukan kehendak Tuhan, termasuk mengerjakan tugas yang Tuhan berikan kepada kita. Sekalipun tugas itu tampaknya sulit dan ada banyak rintangan yang harus dihadapi. Kita harus tetap melakukan dengan setia, karena Tuhan tidak hanya memberi tugas, tetapi Ia juga akan memberi pertolongan disaat kita tidak mampu. Sekalipun keadaan sekitar tidak memungkinkan kabar keselamatan itu diberitakan, namun kita tidak boleh takut untuk menyampaikannya. Tuhan kita adalah penguasa yang tak terbatas, sehingga Ia akan menolong kita menembus ketidakmungkinan itu.
Kedua, Paulus menyatakan “dipanggil” sebagai rasul. Setiap panggilan memerlukan sebuah jawaban. Seperti Abraham saat dipanggil Tuhan untuk pergi dari tanah kelahirannya menuju negeri yang dijanjikan Tuhan. Abraham menjawab panggilan Tuhan dengan melakukan seperti yang Tuhan perintahkan. Hal ini juga dialami oleh Musa, Daud, dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya. Saat kita dipanggil untuk menjadi umat Tuhan dan memberikan jawaban “ya/bersedia”, maka kita harus melalui proses perobekan daging. Dimana kita harus meninggalkan sifat-sifat dan kebiasaan manusia lama kita, dan mulai hidup sesuai Firman Tuhan.
Ketiga, Paulus menyatakan “dikuduskan” untuk memberitakan Injil. Bagi kita yang sudah menerima panggilan Tuhan dan hidup sesuai standar Firman Tuhan, itulah saat Tuhan menguduskan hidup kita. Tidak lagi hidup di bawah kutuk dosa, melainkan hidup dalam kasih karunia Tuhan, dalam pimpinan Tuhan. Hidup kita akan berlawanan dengan dunia, sehingga seperti Firman Tuhan katakan, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala” (Mat. 10:16a). Seperti domba yang lemah, kita tidak mungkin menang melawan dunia ini. Akan tetapi, jika kita sudah dikuduskan, maka Gembala kita, yaitu Tuhan Yesus, yang akan menghadapi serigala-serigala itu. Tuhan akan membela kita, sehingga kita akan tampil sebagai pemenang (Rom. 8:37).
Sebagai orang yang dikuduskan, kita memiliki tugas untuk memberitakan Injil. Tidak hanya berkutat dengan pekerjaan kita sehari-hari, tetapi ada pekerjaan besar yang harus kita kerjakan, yaitu membawa jiwa-jiwa kepada Tuhan. Seperti Petrus dan teman-temannya yang sehari-hari bekerja menjala ikan. Saat bertemu Tuhan, mereka diberi tugas untuk “menjala manusia” (Luk. 5:1-11). 
Melalui kehidupan kita, baik sebagai pelajar, pekerja, pelayan; dimanapun kita berada: baiklah kita selalu mengerjakan panggilan dan tugas yang Tuhan berikan dengan setia. Beritakanlah Injil dan bawalah jiwa-jiwa baru kepada Tuhan! Tuhan Yesus memberkati.

tanya jawab

Pengikut